Friday, November 25, 2016

PENYEBAB KELALAIAN KITA DALAM BERDAKWAH

                  DAKWAH ILALLAH

BEBERAPA PENYEBAB KELALAIAN KITA

Terdapat beberapa kelalaian kita terhadap kewajiban yang sangat
penting ini, yaitu :

Penyebab pertama : Kita sering menganggap bahwa kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar hanyalah tanggung jawab  alim ulama. Padahal, yang dituju oleh Allah di dalam Al-Qur'an secara umum mutlak kepada setiap umat Muhammad saw., Dan kehidupan para sahabt r.hum dalam masa Khairul-Qurun (generasi terbaik) adalah bukti yang adil atas kewajiban tersebut. Hanya mengkhususkan tanggung jawab dakwah dan amar ma'ruf nahi mungkar ke atas alim ulama, lalu meninggalkannya dan hanya mengharap dan mngandalkan mereka saja daam tugas ini merupakan kebodohan yang sangat parah. Tugas ulama adalah menyampaikan yang hak dan menunjukkan jalan yang lurus. Sedangkan menggerakkan hamba-hamba Allah agar mengamalkan dan berjalan sesuai petunjuk merupakan tugas dan tanggung jawab selain mereka. Ini sesuai dengan hadits:

"Sesungguhnya kalian ialah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Raja adalah pemimpin rakyatnya dan akan ditanya orang-orang yang dipimpinnya. Laki-laki adalah pemimpin ahli rumahnya. Ia akan ditanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri ialah pemimpin dirumah suami dan anak-anaknya. Ia akan ditanya tentang rumah tangganya. Dan hamba sahaya adalah pemimpin atas harta majikannya. Ia akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Singkatnya, kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanya atas kepemimpinannya."
(Bukhari, Muslim)

dan dengan gamblang telah dijelaskan melalui hadits berikut ini:
Rasulullah saw. bersabda, "Agama adalah nasihat." Kami (para sahabat) bertanya, "bagi siapa ?" Beliau bersabda "Bagi Allah, bagi Rasulullah, dan bagi pemimpin-pemimpin umat Islam dan orang awamnya." (Muslim)

Walaupun seandainya dapat diterima bahwa kerja ini memang tugas ulama , dalam keadaan darurat dan situasi yang sangat kritis ini setiap orang dituntut untuk terjun dalam kerja jni dan bersedia meninggikan kalimat Allah serta menjaga agama yang kokoh ini.

Penyebab kedua: kita sering merasa bahwa kita sudah memiliki iman yang kuat, sehingga kita tidak perlu beramar ma'ruf nahi mungkar karena kesesatan orang lain tidak merugikan kita, sebagai mana kita memahami ayat:

"Hai orang-orang beriman, pikirkanlah diri kalian, tidak dapat mencelakakan kalian orang yang tersesat jika kalian berada di atas petunjuk. "(Q.s. Al-Maaidah : 105).

Sebenarnya yang dimaksud dari ayat ini bukanlah seperti memahami zhahirnya, sebab itu bertentangan dengan hikmah Ilahi dalam syariat. Syariat telah menerangkan bahwa kehidupan ijtima'i (kelersamaan), ishla bersama dan kemajuan bersama adalah sesuatu yang pokok. Dan telah ditetapkan bahwa umat islam itu seperti satu jasad. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh akan merasa sakit juga. Namun makaud ayat di atas bukanlah demikian. Maksud sebenarnya adalah, meskipun Nabi saw. adalah manusia yang telah mencapai kemajuan dan kesempurnaan, keberadaan orang-orang yang turut meluruskan orang-orang yang telah meninggalkan jalan yang lurus ini tetaplah penting. Ayat ini adalah penghibur bagi orang-orang beriman bahwa mereka yang berdiri tegak dalam jalan hidaya dan jalan yang lurus, mereka tidak akan terkena bahaya dari orang-orang yang telah meninggalkan jalan hidayah tersebut.

Di samping itu, hidayah yang sebenarnya adalah penerimaan manusia terhadap seluruh hukum islam, salah satunya adalah perintah beramar ma'ruf nahi mungkar. Adapun yang menguatkan pendapat ini antara lain adalah perkataan Abu bakar r.a. :

"Wahai manusia sesungguhnya kalian membaca ayat berikut ini, 'Hai orang-orang beriman, waspadalah atas diri kalian. Tidak dapat mencelakakan kalian orang yang tersesat jika kalian berada di atas petunjuk. Maka sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya manusia apabila melihat kemungkaran, lalu mereka tidak berusaha merubahnya, maka hampir saja Allah menurunkan adzab secara menyeluruh ke atas mereka.""

Para ulama muhaqqiqin pun menyetujui makna tersebut. Imam nawawi rah.a. dalam syarah muslim mengutip pendapat para ulama muhaqqiqin mengenai makna ayat di atas, "Apabila kalian telah menunaikan apa yang diperintahkan kepadamu, maka kejahatan orang-orang yang menantangmu tidak akan membahayakanmu," sebagimana firman Allah swt. :

"Dan tidak akan menanggung seaorang berbuat dosa terhadap dosa orang lain." (Q.s. Al-Fhaatir : 15)

Diantara seluruh perintah tersebut, salah satunya ialah amar ma'ruf nahi munkar. Apabila seseorang telah menyempurnahkan tugas ini, maka ia tidak akan menanggung celaan dan dosa-dosa dari mereka yang tidak menerima ajakannya, sebab ia telah menunaikan kewajibannya. Wallahu wa'lam

Penyebab ketiga: Masyarakat awam, cendikiawan, alim ulama, maupun orang-orang jahil, semuanya telah berputus asa terhadap usaha ishla (perbaikan) ini. Dan mereka meyakini bahwa sangatvtidak mungkin bagi kamum muslimin unruk dapat mencapai kejayaan. Mereka berpendapat, "Bagaimana islam dapat maju jika tanpa kekuasaan, tanpa politik, tanpa pemerintahan, tanpa ekonomi, tanpa senjata, tanpa organisasi, tanpa kerja sama dan kesatuan?"

Terutama dari kalangan ahli agama sendiri, mereka berpendapat bahwa sekarang, empat belas abad telah berlalu dan jauh dari masa kenabian, sehingga wajar jika Islam dan kaum muslimin mengalami kemerosotan. Jadi, berusaha keras melakukan upaya perbaikan merupakan perbuatan sia-sia dan tidak berguna. Memang benar kita telah jauh dari cahaya Nubuah dan islam sudah mulai terpecah-pecah, tetapi bukan berarti bagi kita untuk berusaha dan bersungguh-sungguh menjaga agama dan menghidupkan syariat yang telah dibawa oleh Muhammad saw. ini. Seandainya orang-orang terdahulu berpikir demikian, tentu islam tidak akan sampai kepada kita hingga hari ini. Sebaliknya jika hal ini dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan zaman, justru kita hendaknya berusaha lebih memperhatikan bagaimana agar usaha agama ini dapat dihidupkan kembali, yaitu dengan usaha dakwah ini.

Suatu hal yang sangat mengherankan adalah, agama yang seharusnya diamalkan dan diusahakan dengan sungguh-sungguhan, justru ditinggalkan sama sekali penganutnya. Padahal hampir seluruh ayat Al-Qur'an dan hadits elah memberi pelajaran agar kaum muslimin beejuang sungguh-sungguh untuk menegakkan agama ini, dan orang yang selalu menghabiskan malamnya dengan ibadah dan siang harinya dengan berpuasa, juga selalu  menjaga dzikrullah, tetap tidak akan dapat menyamai derajat orang-orang yang tidak peenah tenang karena memikirkan kebaikan bagi orang lain dan merisaukan agar orangblain mendapat hidayah.

Di dalam Al-Qur'an banyak sekali ayat yang menekankan tentang perintah berejuang di jalan Allah, tentang keutamaan mujahid, juga tentang keistimewaannya jika dibandingkan denga amal lainnya, sebagaimana disebut dalam ayat:

"Tidaklah sama orang-orang mukmin yang tinggal dirumah tanpa udzur dengan orang-orang mukmin yang berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Allah mengangkat orang'orang yang berjuang (di jalan-Nya) dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang tinggal di rumah mereka satu derajat. Allah telah menjanjikan(kepada mereka) semua dengan pahala yang baik. Dan Allah memberi kelebihan kepada orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dibanding mereka yang tinggal di rumah dengan pahala yang besar. Yaitu beberapa derajat dari sisi-Nya, diberi ampunan dan rahmat. Dan Allah maha  pengampun lagi maha penyayang." (Q.s. An-Nisaa': 95-96)

Meskipun yang dimaksud jihad dalam ayat di bawah ini adalah  memerangi orang kafir agar umat islam menjadi yang paling unggul, dan kekufuran dan kemusyrikan dapat dihancurkan, bila hari ini nasib buruk kita terhalang dari nikmat yang besar ini, jangan sampai kita  melalaikan usaha untuk mencapai maksud tersebut sesuai dengan kemampuan kita. Kemudian sedikit demi sedikit kita meningkatkan usaha dan perjuangan kita.

"Barangsiapa bersungguh-sungguh di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami." (Q.s. Al-Ankabuut : 69).

Tidak disangkal lagi bahwa Allah berjanji akan menjaga agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., tetapi untuk mecapai kemenangan dan kemajuan tersebut, dituntut usaha kita. Para sahabat r.hum telah berusaha keras untuk mencapai tujuan tersebut, maka seperti itulah hasil yang mereka saksikan. Mereka juga telah memperoleh pertolongan ghaibiyah sehingga kita menyebut-nyebut keharuman nama mereka. Seandainya kitab sekarang mengikuti jejak mereka dan berjuang menegakkan kalimatullah dan bersungguh-sungguh menyebarkan Islam, kitapun akan mendapat akan mendapat pertotolongan Allah swt. dan bantuan ghaibiyah-Nya.

"Jka kalian membantu agama Allah, pasti Allah akan membantu kalian. Dan Allah akan menegakkan kaki-kaki kalian (di depan musuh kalian)." (Q.s. Muhammad: 7)

Penyebab keempat: Kita sering berpendapat bahwa jika kita tidak konsekuen dengan ajakan kita dan kita merasa bukan ahlinya, maka tidak selayaknya kita menasihati orang lain. Ini adalah tipuan yang sangat nyata. Jika kita menunaikan suatu tugas dan tugas itu adalah perintah Allah swt., maka kita tidak boleh mundur sedikitpun. Kita hendaknya memulai pekerjaan ini dengan kepahaman bahwa ini adalah perintah Allah swt.. InsyaAllah, usaha dan kesungguhan yang kita lakukan akan membawa kemajuan, kekuatan, dan istiqama, hendaknya kita kerjakan terus menerus sehingga kita akan mendapat kedekatan dengan Allah swt. Dan sesuatu yang mustahil jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan perintah Allah swt., lalu Allah swt tidak memandang kita dengan pandangan rahmat-Nya. Ungkapan saya tersebut dikuatkan dengan hadits berikut ini:

Dari Anas r.a., ia berkata, kami bertanya, "Ya Rasulullah, kami tidak akan menyuruh orang berbuat baik sebelum kami  sendiri mengamalkan semua kebaikan dan kami tidak akan mencegah kemungkaran sebelum kami meninggalka semua kemungkaran."Maka Nabi saw. bersabda, "Tidak, bahkan serulah kepada kebaikan meskipun kalian belum mengamalkan semuanya, Dan cegahlah kemugkaran, meskipun kalian belum meninggalkan semuanya." (Tabhrani).

Penyebab kelima : Kita sering memahami bahwa dengan berdirinya banyak pondok pasantren, adanya alim ulama dengan nasihatnya, para sufi dengan ahli-ahli suluknya, juga adanya penulisan kitab-kitab agama, itu semua dianggap sebagai cabang-cabang amar ma'ruf nahi mungkar sehingga kita merasa bahwa kewajiban dakwah sudah dilaksanakan. Memang kita tidak meragukan kebenarannya. Memelihara hal-hal tersebut (pondok-pondok pasantren, ahli tasawuf, penulisan buku-buku agama, dan sebagainya) memang sangat penting. Dengan adanya usaha-usaha tersebut, setidaknya cahaya islam mengalami sedikit perkembangan dan menghasilkan pengaruh keberkahannya. Namun jika kita merenungkan dan memperhatikan keadaan kita pada saat ini, hal-hal tersebut ,masih kurang mencukupi. Dan merupakan kesalahan yang sangat besar jika kita menyandarkan segalanya pada usaha ini. Karena, kita akan mendapat Manfaat dari pondok pasantren atau usaha-usaha diatas jika kita memiliki semangat dan gairah agama yang tinggi dan rasa ta'zhim (memuliahkan) serta penghormatan kepada agama yang tinggi pula. Memang, pada  asa lima puluh tahun yang lalu, semangat dan gairah agama dalam hati umat ini masi ada, dan cahaya keimananpun masi tampak, sehingga adanya usaha-usaha tersebut terasah cukup bagi kita dan dengan semangat tersebut, kita dapat menciptakan suasana. Namun dizaman ini, orang-orang diluar agama telah memusnakan semangat agama kita dengan usaha-usaha mereka. Dan semangat serta gairah agama pun tampaknya berganti dengan rasa benci dan ingin membebaskan diri darinya. Dalam keadaan seperti ini, penting sekali bagi kita untuk memulai suatu gerakan yang dapat menumbuhkan semangat dan gairah agama dikalangan orang-orang awam dan membangkitkan semangat merek yang telah lama tidur. Barulah setelah itu kita dapat mengambil manfaat dari badan-badan tersebut yang sesuai dengan bidang masing-masing. Jika tidak, tentu agama akan dipelajari tanpa gairah dan tanla perhatian sehingga jangankan mengambil manfaat, menjaga kelestarian usaha-usaha itu pun merupakan sesuatu yang sangat sulit.

Penyebab keenam: Jika kita membawa usaha ini kepada orang lain, maka mereka akan membalasnya dengan keburukan, kekerasan, bahkan menghina dan merendahkan kita. Walaupun demikan, hendaknya kita menyadari bahwa kerja dakwah ini adalah kerja mewakili para Nabi a.s., dan mendapat penderitaan dan kesusahan termasuk termasuk dalam bagian kerja ini. Para Nabi a.s., bahkan mengalami penderitaan dan kesusahan yang lebih berat, namun mereka menghadapinya dengan penuh ketabahan, sebagai mana firma-Nya:

Sesunggunhnya kami telah mengirim (nabi-nabi) sebelum dari golongan orang-orang terdahulu dan tiada seorang Rasul pun yang kami utus kecuali mereka akan mengolok-ngoloknya."  (Q.s. Al-Hijr: 10-11)

Rasulullah saw. bsrsabda "Aku telah mengalami berbagai penderitaan dilakan Allah dengan penderitaan yang tidak pernah dialami oleh nabi-nabi selainku." Ringkasnya, jika Nabi saw pemimpin kita di dunia dan akhirat telah bersabar dalam menghadapi musibah dan penderitaan, maka kita sebagai pengikutnya dan penerus kerjanya, hendaknya tidak cemas dalam menghadapi musibah-musibah yang menimpah kita. Kita mesti tabah dalam menghadapnya.

Dari keterangan diatas dapat kita pahami bahwa penyakit kita yang sebenarnya adalah penyakit ruhani, karena ruh islam dan hakikat iman pada diri kita sudah melemah, semangat islam yang kita miliki telah punah, dan kekuatan iman pun telah hilang. Jika yang asas telah melemah, maka semua kebaikan dan kebenaran tentu akan berkurang. Segalah kelemahan dan kekurangan tersebut bersumber dari ditinggalkanny sumber yang paling pokok yang menjadi tumpuan kelangsungan bagian agama , yaitu ditegakkannya amar ma'ruf nahi mungkar, kenyataannya menunjukkan bahwa suatu kaum tidak akan sukses jika setiap anggota dari kaum tersebut tidak berjalan dalam kebaikan dan kesempurnaan agamanya.

Abdapun cara perbaikan kita hanyalah dengan menegakkan kewajiban dakwah dan tablig yang akan menguatkan iman kita dan membangkitkan semangat islam pada diri  kita. Kita menyeruh manusia kepada Allah swt. dan Rasul-Nya dengan mengedepankan segalah perintah-Nya. Oleh sebab itu, jalan yang kita tempuh adalah sebagaimana yang telah di tempuh oleh Rasulullah saw. ketika memperbaiki orang-orang musyrik di Makkah.

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu. (Q.s. Al-Ahzab: 21)

karena itu pulalah Imam Malik rah.a berkata,

"Tidak akan menjadi baik umat pada kurun (abad) ini kecuali (dengan cara) sebagaimana perbaikan pada kurun umat terdahulu."

Ketika Nabi saw. mulai berdakwah, beliau memulainya sendiri tanpa sahabat dan kawan, tanpa kkuatan dunia sesikitpun. Bahkan hati kaumnya sendiri menantangnya dengan keras. Tidak ada seorang pun yang mau mendengar dan berniat mengikutinya. Terutama ketika Rabsulullah saw. mendakwahkan kalimat hak, Laa Ilaaha illallah, kaumnya yang membencinya dan berpaling darinya. Dalam keadaan seperti itu, tanpa sesuatu apa pun, tanpa sahabat dan kawan yang membantunya, kekuatan apa yang menyebabkan beliau berhasil menarik manusia kepada seruannya?

Maulana Muhammad Zakariyya
Al-Kandahlawi Rah.a.
Himpunan Fadhila Amal
penerbit Ash shaff
Penerbit buku islam
hlm 637- 643

No comments:

Post a Comment